MANTILA (!)

Fratres,

Dalam tradisi kuno yang sudah berusia ribuan tahun, ‘veil’ (penutup kepala) menjadi lambang kemurnian dan kesederhanaan dalam berbagai agama dan budaya. Veil atau penutup kepala dipakai saat – saat ritual suci.

Kerudung atau mantila biasanya berbentuk bulat atau potongan segitiga yang berwarna hitam atau putih dengan ciri khas berenda. Secara tradisional, mantila berwarna hitam dikenakan oleh wanita yang sudah menikah atau janda, sedangkan mantila berwarna putih dikenakan oleh wanita yang belum menikah.  Kain berenda (mantila) awalnya dikenakan oleh wanita di wilayah Andalusia, Spanyol. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh Arabian. Pada umumnya mantila digunakan pada acara – acara khusus, seperti  acara kebudayaan, audiens dengan Paus, dan lain – lain.

King Juan and Queen Sofia

Ketika seorang wanita menutupi kepalanya di Gereja Katolik terutama saat dihadapan Sakramen Maha Kudus, melambangkan martabat dan kerendahan hatinya dihadapan Tuhan.   Dengan menutupi kepalanya dengan mantila atau veil, ia menyatakan kewanitaannya yang indah dan unik.  Ia membiarkan mahkotanya disembunyikan agar kemuliaan Tuhan nampak padanya.  “Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” (1 Kor 11:13) menjadi landasan pengenaan mantila oleh setiap wanita.

Sebelum Konsili Vatikan II, suatu kedisiplinan bagi wanita mengenakan mantila ketika memasuki Gereja untuk berdoa atau menyembah Tuhan. Hal ini tercantum dalam  KHK 1917:

kan. 1262 § 2 “ pria dalam ibadah tidak perlu memakai tutup kepala, kecuali keadaan- keadaan khusus yang menentukan sebaliknya, dan perempuan harus mengenakan tutup kepala dan berpakaian sopan, terutama ketika mereka mendekati altar Tuhan.”

Walaupun kini tidak lagi menjadi kewajiban karena KHK 1983 tidak mencantumkan mengenai pengenaan mantila oleh wanita dan dengan dasar KHK:

 Kan. 6§ 1 “Dengan berlakunya Kitab Hukum ini dihapuslah seluruhnya: 10 Kitab Hukum Kanonik yang diundangkan pada tahun 1917;…” . Keistimewaan penutup kepala tetap banyak diminati sebagai devosi terhadap kehadiran Tuhan dalam Gereja meskipun tradisi ini sempat ditinggalkan oleh banyak orang.

inilah Share dari sahabat – sahabat kita yang setia mengenakan mantila dalam Misa Kudus

Alasan saya memakai mantila adalah karena mantilla merupakan bagian dari tradisi Gereja Katolik, sebelum adanya KHK 1983, juga karena mengikuti teladan Santa Perawan Maria yang selalu digambarkan menggunakan kerudung dalam lukisan maupun patungnya. pemakaian mantila juga menggambarkan martabat wanita Katolik (the dignity of Catholic woman), ciptaan Tuhan yang terindah dengan ciri khasnya sebagai bejana kehidupan. – Erika

Alasan saya mengenakan mantila adalah Merasa lebih khusuk; apa yang dipakai seseorang kadang bisa mempengaruhi sikap dan prilaku seseorang, contoh sederhana ketika seorang gadis yang suka pakai jean pasti akan menjadi kalem ketika harus berkebaya dengan sanggul dan jariknya. Selain itu buat saya pribadi, ini adalah tradisi Katolik yang indah, di mana perempuan di Jepang, Korea, Philipina dan Timor Leste yg pernah saya kunjungi dan saksikan msh mempertahankan tradisi – Monica

Mari sahabat – sahabat terkasih, bagikan pengalaman atau alasan anda mengenakan mantila di kolom komentar. Bagikan kisah pemakaian sehelai kain biasa di atas kepala, namun melimpahkan banyak rahmat dan berkat!

Referensi:

http://katolisitas.org/5363/wanita-harus-memakai-tutup-kepala-saat-ibadah-1-kor-113-15

https://catholicismpure.wordpress.com/2014/01/15/why-women-wear-mantillas-in-church/

http://weddingsandromance.com/ideas/what-to-wear/hair-veils-tiaras/mantilla-wedding-veils/

2 thoughts on “MANTILA (!)

  1. Ping-balik: PENUTUP KEPALA ( 1 KOR 11: 13-15) =/= BERHIJAB MUSLIM | Spe Salvi Facti Sumus

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s