Fratres,
Sebenarnya pada masa pontifikat Paus St. Yohanes Paulus II, Misa Latin Tradisional atau Misa forma extraordinaria sudah diizinkan, sebelumnya pontifikat beliau pun tidak pernah ada dokumen yang melarang Misa tersebut. Atas inisiatif pribadi beliau, terbitlah dokumen yang berjudul Ecclesia Dei yang berisi sikap Kepausan terhadap Mgr. Lefebrve berserta beberapa imam yang ditahbiskan menjadi Uskup tanpa persetujuan Paus, dan perizinan bagi umat beriman yang masih mau menikmati Misa Kudus forma extraordinaria (yang lazim dirayakan sebelum Konsili Vatikan II). Paus juga mendirikan Komisi Ecclesia Dei guna memfasilitasi keinginan umat beriman akan Misa kudus forma extraordinaria. Keinginan pribadi Paus dengan menerbitkan dokumen Ecclesia Dei adalah Semoga komunitas Persaudaraan St. Pius X yang didirikan oleh Mgr. lefebrve bersatu kembali dalam pangkuan Bunda Gereja. Point ke-7 pada dokumen Ecclesia Dei:
“As this year specially dedicated to the Blessed Virgin is now drawing to a close, I wish to exhort all to join in unceasing prayer that the Vicar of Christ, through the intercession of the Mother of the church, addresses to the Father in the very words of the Son: “That they all may be one!” “(sumber)
Pada masa pontifikat Paus Benediktus XVI, terbitlah dokumen Summorum Pontificum yang memberikan izin seluas – luasnya; Misa forma extraordinaria kepada paroki di masing – masing Keuskupan. Maka semakin banyak paroki – paroki yang menyediakan jadwal Misa forma extraordinaria. Sampai saat ini, Amerika utara telah memiliki +- 1050 imam yang sudah mempelajari liturgi Misa forma extraordinaria. 200 Keuskupan di Amerika Serikat menyediakan Misa forma extraordinaria di setiap hari Minggu. (sumber)

Statistik perkembangan Misa Latin Tradisional di Amerika Serikat
Di Indonesia sendiri, ada beberapa Keuskupan yang menyediakan Misa forma extraordinaria bulanan. Dalam tahap perkembangan Misa Latin tradisional di tanah air kita ini, banyak yang bertanya mengapa merayakan Misa yang sama sekali tidak dimengerti oleh umat awam? Mungkin ulasan dibawah ini dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan yang selama ini terpikirkan dalam hati maupun ditanya oleh teman – teman kita.
Sebagai seorang Katolik, bahasa latin bukanlah bahasa yang asing. Penggunaan bahasa latin dalam liturgi dan dokumen Gereja sudah berlangsung belasan abad. Penggunaan bahasa latin pada masa sekarang sangatlah penting, teristimewa dengan berbagai kultur yang berbeda, perlulah suatu bahasa yang mempersatukan dalam perayaan liturgi. Bahasa latin juga tidak mengalami perubahan makna, dan tidak lagi dipakai oleh berbagai bangsa. Beberapa Paus dalam dokumennya mengenai bahasa latin (sumber terjemahan)
Paus Pius XI (Officiorum Omnium, 1922):
“Gereja – justru karena ia merangkul semua bangsa dan dimaksudkan agar bertahan sampai akhir zaman- secara kodrati mensyaratkan sebuah bahasa yang universal, yang tidak berubah dan yang tidak vernakular.”
Paus Pius XII (Mediator Dei):
“Penggunaan bahasa Latin mengakibatkan kedua hal ini sekaligus: tanda yang jelas akan kesatuan dan penjaga yang efektif melawan menyimpangan dari doktrin yang benar.”
Paus Yohanes XXIII (Veterum Sapientia):
“Dari kodratnya, bahasa Latin sangat cocok untuk memajukan setiap bentuk kebudayaan di antara bangsa-bangsa. Bahasa Latin tidak menimbulkan kecemburuan. Ia tidak memihak kepada negara tertentu, tetapi mempresentasikan dirinya dengan sama rata tidak memihak kepada semua dan dapat diterima oleh semua secara sama rata…… Gereja -karena ia merangkul semua bangsa dan dimaksudkan agar bertahan sampai akhir zaman- secara kodrati mensyaratkan sebuah bahasa yang universal, yang tidak berubah dan yang tidak vernakular. Bahasa modern mudah berubah, dan tak ada satu [bahasa modern] yang sifatnya superior di atas bahasa yang lain. Jika kebenaran Gereja Katolik dipercayakan kepada beberapa bahasa-bahasa tersebut, makna dari kebenaran ini tidak dapat dinyatakan kepada semua orang dengan kejelasan dan ketepatannya secara cukup memadai. Tak akan ada bahasa yang dapat melayani norma yang umum dan tetap yang olehnya dapat ditentukan arti yang tepat dari suatu interpretasi. Tetapi bahasa Latin sungguh adalah bahasa yang demikian. Latin adalah bahasa yang sudah tetap dan tak berubah. Ia sudah sejak lama berhenti dipengaruhi oleh perubahan-perubahan arti kata-kata yang merupakan akibat normal dari penggunaan sehari-hari dan popular. Akhirnya, Gereja Katolik mempunyai martabat yang melampaui martabat setiap kelompok masyarakat semata, sebab Gereja didirikan oleh Kristus Tuhan. Maka adalah layak, bahwa bahasa yang digunakan harus agung, terhormat, dan tidak vernakular. Sebagai tambahan, bahasa Latin dapat dikatakan sungguh katolik. Bahasa Lain merupakan paspor yang umum menuju pengertian yang benar tentang karya-karya tulis pengarang Kristiani di zaman dahulu, dan dokumen-dokumen Gereja. Ia juga menjadi pengikat yang paling efektif yang mengikat Gereja zaman sekarang dengan Gereja di zaman dahulu dan di masa mendatang dengan kesinambungan yang menakjubkan…..”
Dalam situs catholicapologetics, memaparkan beberapa alasan mengapa merayakan Misa dalam bahasa latin, diantaranya:
1. Persatuan dogmatis
Seperti perkataan Paus Pius XII dalam Mediator Dei, bahasa latin menjadi benteng yang efektif melawan penyimpangan doktrin yang benar. Terjemahan teks liturgi yang terus diperbaharui kadang membingungkan umat beriman. Contoh sederhananya “et cum spiritu tuo” itu terjemahannya dan sertamu juga atau dan bersama rohmu ?
2. Stabilitas bahasa
Bahasa inggris, spanyol, Indonesia dan bahasa lainnya mengalami Banyak perubahan yang mendalam. Maka tidak akan mengherankan jika manusia – manusia nusantara di zaman penjajahan belanda hidup di zaman reformasi akan mengalami kesulitan untuk memahami maksud dan tujuan pembicaraan kita. Oleh sebab itu, adalah baik dengan menggunakan bahasa latin yang “mati” dan tidak mengalami atau pergeseran makna.
3. Tradisi Gereja
Gereja Katolik meluhurkan tradisi. Penggunaan bahasa “mati”( i.e: Latin) dalam liturgi kudus menghantar kita pada Allah yang kekal dan abadi. “teman sejati seorang Katolik adalah tradisionalis, bukan revolusioner atau inovator” – Paus Pius X.
4. Universal
Seperti yang dikatakan oleh Paus Pius XI dalam Officiorum omnium, penggunaan bahasa latin bermaksud merangkul segala bangsa dengan suatu bahasa yang tidak berubah dan yang tidak vernakular(bahasa negara/ daerah). Contoh sederhana perangkulan antar bangsa (pribadi dengan kultur yang berbeda) adalah dengan berdoa Bapa kami dalam bahasa latin. Memang tidak ada yang salah dengan berdoa Bapa kami dalam bahasa daerah, namun bagaimana jikalau dalam suatu pertemuan yang dihadiri dengan berbagai kultur yang berbeda. Memakai bahasa apakah untuk menyatukan mereka dalam doa? Gereja menggunakan bahasa latin, yang tidak berubah dan tidak mendatangkan kecemburuan.
Dalam Konsili Vatikan II pun tetap menekankan penggunaan bahasa latin dalam liturgi Gereja Roma. Hal ini dapat kita baca pada kitab hukum kanonik, Kan. 928 – Perayaan Ekaristi hendaknya dilaksanakan dalam bahasa latin atau bahasa lain, asalkan teks liturginya sudah mendapat aprobasi secara legitim.
Akhir kata, penggunaan bahasa latin dalam liturgi Gereja bukan hanya dalam forma extraordinaria saja, tetapi Misa forma ordinaria (yang biasa kita hadiri di paroki – paroki) pun dapat dirayakan dalam bahasa latin.