SEANDAINYA … “AKU BUKAN LAGI SEORANG MARTIR”

Gereja Katolik dari dulu hingga sekarang senantiasa dilumuri oleh darah – darah manusia yang membela iman Kekatolikan. Darah mereka menjadi kesucian serta kesuburan bagi perkembangan iman Gereja Katolik dimana – mana. Mereka itu disebut Martir Gereja dan kini telah menikmati apa yang Kristus janjikan. Para Martir mempertahankan Iman karena meyakini Yesus Kristus adalah satu – satunya jalan menuju Keselamatan dan juga mendirikan GerejaNya (Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik) sebagai sarana keselamatan bagi umat manusia. Tiada gentar mereka dihadapan para pencabut nyawa, tiada takut mereka terhadap benda – benda siksaan, yang ada dalam pikiran mereka adalah kesetiaan terhadap sang Mempelai Maha Kudus, Yesus Kristus.

Baca lebih lanjut

MASTURBASI Atau ONANI, Dosakah ?

Secara etimologi kata Onani berasal dari nama seseorang dalam Perjanjian lama, tepatnya di kitab Kejadian (Kejadian 38:9). Onan yang membiarkan maninya (sperma) dibuang supaya istri dari kakak Onan tidak mengandung. Onan dibunuh oleh Tuhan, karena merupakan perbuatan jahat.

Masturbasi atau Onani merupakan pelampiasan nafsu seks yang dilakukan tanpa bersenggama dengan individu lain. Dalam Katekismus (2352), Masturbasi didefinisi sebagai  rangsangan alat-alat kelamin yang disengaja dengan tujuan membangkitkan kenikmatan seksual.

Apakah Masturbasi atau Onani itu perbuatan dosa?

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, Masturbasi merupakan tindakan dosa yang melanggar kemurnian (2396). Wewenang Mengajar Gereja dalam tradisinya yang panjang dan tetap sama maupun perasaan susila umat beriman tidak pernah meragukan, untuk mencap masturbasi sebagai satu tindakan yang sangat bertentangan dengan ketertiban”, karena penggunaan kekuatan seksual dengan sengaja, dengan motif apa pun itu dilakukan, di luar hubungan suami isteri yang normal, bertentangan dengan hakikat tujuannya”.

Masturbasi menjadikan seseorang kekurangan cinta, dan bahkan menumpulkan cinta kepada orang lain. Ia menjadi cinta diri karena ia membiar diri menikmati pelampiasan seksual. Ia menjadi orang yang tidak memberi diri. Hal ini sangat bertentangan hakikat seks yang diajarkan oleh Gereja.